masturat

masturat

usaha atas iman

Friday, November 11, 2011

Atha bin Abi Rabah: Budak Yang Lebih Mulia Dari Para Raja





Sahabatku, mahu dikau mendengar kisah Atha bin Abi Rabah, seorang tabi’i yakni (generasi setelah Sahabat Rasulullah SAW). Ia adalah seorang Budak, yang darjatnya lebih mulia dari para Raja!


Syahdan, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik melakukan haji dengan dua puteranya. Pada saat thawaf, beliau mencari seseorang dan menemukannya di sebuah sudut di Masjidil Haram, sedang khusyuk beribadah.


Orang tersebut tua dan kurus. Kulitnya hitam. Hidungnya pesek. Jika ia berdiri, ia nampak seperti seekor gagak hitam.


Sang Khalifah lalu menghampiri orang tua tersebut, menunggunya selesai dari solat. Satu solat selesai, lalu dilanjutkan dengan solat berikutnya, dan Khalifah masih saja menunggu.


Orang tua itu begitu khusyuk dalam solat demi solatnya, sempurna dalam tumanina’nya. Sementara Sang Khalifah begitu sabar menunggu orang tua kurus-hitam-pesek solat, kedua puteranya saling menatap, hairan.


Begitu orang tua itu memberi salam, Sang Khalifah segera mendekat. Sedangkan, orang tua itu hanya menyambut kedatangan Khalifah dengan biasa saja, tanpa penghormatan khusus. Kedua putera Khalifah semakin hairan.


Demi melihat org tua itu selesai solat, Khalifah mendekat, mengucap salam, tanya pelbagai hal tentang hukum Islam. Org tua itu menjawab semua pertanyaan Khalifah dengan jawapan yang begitu sempurna.


Selesai tanya pelbagai hal, Khalifah Sulaiman melanjutkan Sa’i dengan 2 puteranya. Di antara kerumunan orang sedang Sa’i, terdengar seorang berseru, “Wahai penduduk Mekah! Jgn kalian minta fatwa, selain kepada Atha bin Abi Rabah.


Putera Khalifah hairan, lalu bertanya, “Ayahanda, aku dengar orang berseru agar tidak minta fatwa kepada selain Atha bin Abi Rabah. Mengapa Ayahanda minta fatwa kepada orang tua miskin tadi?”


Khalifah menjawab, “Duhai anakku, orang yang kita temui tadi, & kita tunduk padanya itulah Atha bin Abi Rabah. Pemilik fatwa Masjidil Haram. Pewaris Abdullah bin Abbas dalam perkara ilmu.”


“Wahai anakku! Pelajarilah ilmu. Dengan ilmu, org HINA jadi MULIA, orang BODOH jadi CENDEKIAWAN, & BUDAK lebih tinggi derjatnya dari para RAJA!”
Ujar Khalifah Sulaiman kepada puteranya.


Sahabatku , untuk lebih mengenal Atha bin Abi Rabah, marilah kita flashback sejenak. Kita tengok ke belakang masa kecil Atha bin Abi Rabah.


Atha kecil adalah seorang budak dari Habasyah. Kulitnya hitam macam Sahabat Bilal. Hidungnya tidak mancung. Rambutnya keriting. Ia dikuasai oleh majikannya, seorang perempuan penduduk Mekah.


Tiap hari, Atha kecil menggunakan waktunya untuk melakukan tiga hal dengan sesempurna-sempurnanya: ibadah kepada Allah, menuntut ilmu dari para Sahabat, dan melayani majikannya sebaik mungkin.


Demi melihat kesungguhan Atha beribadah dan mencari ilmu, sang majikan tergerak hatinya, untuk memerdekakan Atha dari status budak. Atha lalu tinggal di Masjidil Haram, konon sampai 20 tahun.


Guru-guru Atha bin Abi Rabah, adalah para Sahabat Nabi, yang terkenal dalam dan luas ilmunya, seperti Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, dll.


Tentang Atha, Abdullah bin Umar berkata. “Duhai penduduk Mekah, aku heran pada kalian. Di sisi kalian ada Atha bin Abi Rabah, mengapa kalian meminta fatwa kepadaku?”


Tak hanya Khalifah Sulaiman yg begitu menghormati Atha bin Abi Rabah. Khalifah lain pun sangat menghormati Atha bin Abi Rabah, seperti Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.


Dikisahkan oleh Utsman bin Atha Al-Khurasany, ayahnya pernah bertemu Atha ketika hendak menuju istana. Atha hanya menggunakan Himar (keledai) dg baju yg sederhana. Konon, Atha biasa memakai baju seharga tak lebih dari 5 dirham.


Sampai di pintu istana, Khalifah Hisyam sambut Atha dg lebih istimewa dibanding org yg bersamanya. Didudukkan Atha di tempat mewah. Lutut Khalifah begitu dekat dg lututnya. Semua tamu dr kalangan bangsawan terdiam menunggu Atha angkat bicara.


Bertanyalah Khalifah Hisyam kepada Atha bin Abi Rabah, “Duhai ajudan, ada apa gerangan engkau jauh-jauh berkunjung ke tempat kami? Niscaya, akan aku penuhi permintaanmu.”


Atha: “Ya Amirul Mukminin. Berilah santunan kepada penduduk Hijaz & Najd, mereka adalah pemuka umat Islam.” Khalifah: “Baiklah, aku akan memberi mereka sebagian rizki dr yg aku miliki. Apalagi, wahai ajudan?”


Atha: “Berilah santunan penduduk yg hidup di perbatasan. Sungguh, merekalah org pertama yg akan menghadapi musuh jika kita diserang.” Khalifah: “Baiklah, aku akan beri mereka bantuan. Apalagi wahai ajudan?”


Atha: “Lindungilah kaum kafir dzimmy. Janganlah enngkau menarik beban pajak yang terlampau berat.” Khalifah: “Baiklah, akan kukabulkan permintaanmu. Lantas apalagi, wahai ajudan?”


Atha: “Ya Amirul Mukminin. Bertaqwalah kpd Allah, jgn berlaku dzalim. Sungguh, manusia diciptakan dlm keadaan sendiri. Dimatikan dlm keadaan sendiri. Dibangkitkan dlm keadaan sendiri. Dihisab dlm keadaan sendiri.” Khalifah menangis. Air matanya jatuh ke tanah.


Lalu, Atha bin Abi Rabah pergi tinggalkan istana. Khalifah meminta pengawalanya memberi hadiah kepada Atha, namun beliau menolak. Bahkan, Atha tak minum air yg disajikan di istana, barang setetes pun.


Teman, demikianlah kisah Atha bin Abi Rabah. Dari budak, tuntut ilmu dg sungguh2 & penuh ikhlas, lalu jd lebih mulia derajatnya dari para Raja. Pemilik fatwa Masjidil Haram, & pemuka para Ulama.



Demikianlah, sebagaimana janji Allah di dalam Al-Quran, bahwa Ia akan mengangkat orang berilmu beberapa derajat. Semoga kisah Atha bin Abi Rabah ini jd penyemangat kita dlm menuntut ilmu.